Indeks
NTB, Opini  

Kesuksesan Kementerian Agama dan Kemabruran Haji

Regulasi, Diplomasi, Dedikasi, dan Evaluasi

Oleh: Prof. Dr. H. Fahrurrozi, QH., MA

(Direktur Pascasarjana UIN Mataram – Sekjen Forum Direktur Pascasarjana PTKIN)

Pelaksanaan puncak haji (Armuzna) telah selesai dilaksanakan oleh seluruh jemaah haji, khususnya jemaah haji Indonesia. Kini para jemaah telah sah menyandang gelar kemuliaan yang disematkan oleh masyarakat dengan sebutan Bapak Haji, Ibu Hajjah, atau dengan sebutan lain yang populer dalam kultur tutur masyarakat Indonesia dan Melayu Nusantara.

Yang perlu kita apresiasi adalah dedikasi Kementerian Agama RI yang telah mempersiapkan segala aspek untuk mendukung kemabruran haji jemaah Indonesia. Persiapan tersebut dilakukan melalui pembinaan dan pembekalan manasik haji secara berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pembinaan di tingkat pusat. Pembinaan intensif yang dilakukan Kementerian Agama RI menjadi proses awal bagi jemaah Indonesia dalam meraih kemabruran haji.

Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasarudin Umar, MA, selaku Amirul Hajj tahun 1446 H, menegaskan bahwa pelaksanaan haji tahun ini lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari berbagai aspek, seperti aspek administratif, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi, yang semuanya berpijak pada trilogi kesuksesan: sukses perencanaan, sukses pelaksanaan, dan sukses pelaporan.

Lebih lanjut, Menteri Agama menjelaskan bahwa proses pemberangkatan jemaah haji Indonesia berlangsung mulai 2–31 Mei 2025, dengan total kuota 221.000 jemaah. Rinciannya, 203.320 kuota jemaah haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Sebanyak 203.158 jemaah reguler diterbangkan ke Tanah Suci dan menempati 112 hotel di Makkah serta 95 hotel di Madinah.

Semua proses berjalan lancar dan aman tanpa hambatan yang berarti. Hal ini tentu tidak lepas dari kerja sama diplomatik antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Selain itu, keberhasilan ini juga didukung oleh kepatuhan semua pihak terhadap kebijakan dan regulasi yang ditetapkan kedua negara.

Pelaksanaan ibadah haji tahun ini dinilai lebih kondusif, tertib, aman, dan nyaman, salah satunya karena kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang tidak lagi mengizinkan keberangkatan jemaah haji ilegal atau non-prosedural. Dengan demikian, pelaksanaan ibadah haji tahun ini lebih terkontrol dari berbagai sisi.

Berdasarkan data Otoritas Statistik Arab Saudi, jumlah jemaah haji dunia tahun 1446 H mencapai 1,67 juta orang, dengan rincian 877.841 laki-laki dan 795.389 perempuan. Sebanyak 166.700 jemaah berasal dari dalam negeri Arab Saudi, sedangkan 1,4 juta orang datang melalui jalur udara, 66.400 orang melalui jalur darat, dan 5.100 orang melalui jalur laut.

Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: Dengan jumlah yang begitu besar, apakah semua jemaah tersebut meraih haji yang mabrur?

Itulah yang menjadi harapan dan cita-cita seluruh jemaah haji: meraih kemabruran haji.

Tiga Tingkat Kualitas Haji

Dalam berbagai literatur dijelaskan adanya tiga tingkatan kualitas haji seseorang, di antaranya dalam kitab Al-Idhah fi Manasik al-Hajj wal Umrah karya Imam Nawawi al-Syafi’i:

1. Haji Mardud (الحج المردود)

Haji mardud adalah haji yang tertolak dan tidak diterima oleh Allah SWT karena tidak memenuhi kriteria keabsahan haji, baik dari segi syarat, rukun, maupun kewajiban hajinya. Penyebabnya antara lain niat yang tidak tulus, pelaksanaan yang tidak sesuai syariat Islam, bekal yang tidak halal, serta minimnya pemahaman tentang manasik haji.

2. Haji Maqbul (الحج المقبول)

Haji maqbul adalah haji yang diterima pelaksanaannya oleh Allah SWT, sesuai dengan tuntunan syariat. Namun, belum memberikan dampak nyata pada kesalehan pribadi atau perubahan perilaku sosial jemaah sepulang dari Tanah Suci.

3. Haji Mabrur (الحج المبرور)

Haji mabrur berasal dari kata al-birr (البر), yang bermakna kebaikan dan kebajikan. Haji mabrur mencerminkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah haji dengan memenuhi syarat, rukun, kewajiban, sunnah, dan menjauhi larangan. Kemabruran haji berdampak secara personal, sosial, dan institusional, serta ditandai dengan perubahan positif pada diri jemaah, baik di lingkup keluarga maupun masyarakat.

Indikator Kemabruran Haji

Kemabruran haji dapat ditinjau dari empat aspek:

1. Aspek Normatif

Berdasarkan Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 197):

“Haji itu pada bulan-bulan tertentu. Maka barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk haji, maka tidak boleh rafats (berkata kotor), berbuat fasiq, dan berbantah-bantahan.”

Diperkuat oleh hadis Nabi SAW:

“Barang siapa yang berhaji karena Allah, tidak berkata kotor, tidak berbuat fasiq, maka ia pulang seperti bayi yang baru dilahirkan.”(HR. Bukhari-Muslim)

2. Aspek Personal

Kemabruran secara personal terlihat dari kemampuan jemaah untuk:

• Memahami makna kemabruran.

• Menjaga integritas dan akhlak.

• Meningkatkan kualitas ibadah.

• Menjaga hubungan sosial.

3. Aspek Sosial

Hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa haji mabrur tidak ada balasan selain surga, dengan ciri-ciri:

• Santun dalam bertutur kata (thayyibul kalam).

• Menebar kedamaian (ifsya’ al-salam).

• Peduli terhadap sesama (ith’am al-tha’am).

4. Aspek Institusional

Kemabruran haji juga terlihat dari penghormatan masyarakat sekitar serta pengakuan formal sebagai pelaksana rukun Islam yang kelima. Pengakuan ini seringkali juga berpengaruh pada status sosial di masyarakat.

Penutup

Inilah relasi antara Kementerian Agama RI sebagai leading sector pelaksanaan haji dan kemabruran haji jemaah Indonesia, yang menjadi orientasi utama dalam aspek regulasi, implementasi, dedikasi, dan evaluasi haji tahun ini. Evaluasi demi evaluasi pelaksanaan ibadah haji dari tahun ke tahun akan terus ditingkatkan secara holistik dan komprehensif.

Wassalam.

Exit mobile version