Indeks
NTB, Opini  

Menumbuhkan Harapan Baru Bank NTB Syariah

Oleh: M. Fihiruddin (Dir Ekskutif Lombok global institute)

“The best way to predict the future is to create it.” – Peter Drucker

Enam belas tahun silam, tepatnya pada September 2009, Harian Lombok Post memuat opini berseri berjudul “Ijtihad Transformasi Bank NTB”. Tulisan itu muncul di tengah situasi surprising: keputusan pemegang saham dalam RUPSLB memicu resistensi internal, sekaligus membuka ruang perdebatan penting — tentang arah kepemimpinan dan masa depan bank milik daerah ini.

Opini tersebut bukan soal konversi syariah — yang baru terlaksana sembilan tahun kemudian, pada 2018 — melainkan soal pergeseran paradigma: dari kepemimpinan berbasis kedekatan kultural menuju profesionalisme berbasis tata kelola modern. Saat banyak yang masih ragu, suara itu muncul sebagai ijtihad — upaya keras untuk melihat lebih jauh dari sekadar yang tampak di permukaan.

Hari ini, dua dekade hampir berlalu. Bank NTB Syariah berdiri lebih matang dan mapan. Aset menembus Rp16 triliun. Efektifitas operasional, produk dan layanan semakin baik. Dan dalam lanskap perbankan nasional, posisinya sebagai anggota Kelompok Usaha Bank (KUB) menandai peran strategis di tengah dinamika industri keuangan syariah.
Namun, justru dalam fase konsolidasi inilah muncul pertanyaan mendasar:
Quo vadis — ke mana arah selanjutnya?

Transformasi Bukan Sekadar Nama
Bergantinya pimpinan adalah bagian wajar dari siklus organisasi. Namun Bank NTB Syariah bukan entitas biasa. Ia adalah simbol kolektif: ekonomi, lembaga kepercayaan (trust), dan jati diri masyarakat NTB. Karena itu, proses regenerasi mesti dimaknai bukan semata “siapa menggantikan siapa”, melainkan “nilai apa yang ingin kita pertahankan dan kembangkan”.

Panitia seleksi (pansel) tentu telah bekerja optimal. Munculnya suara dari eksternal layak mendapat ruang. Regenerasi dari internal bukan bentuk eksklusivitas, melainkan strategi keberlanjutan. Dalam bahasa Jim Collins (good to great): “Jika kamu tidak bisa membangun pemimpin dari dalam, maka kamu membangun perusahaan yang selalu bergantung pada luar.”

Menakar Status Hukum dan Masa Depan
Bank NTB Syariah kini berbentuk PT murni, tunduk pada UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Status ini, dengan prinsip good corporate governance, justru membuka jalan lebih luas untuk Go Public, profesionalisasi, dan ekspansi strategis. Mengarahkan Bank NTB Syariah menjadi Perseroda bukan hanya kemunduran legal-formal, tetapi bisa membatasi fleksibilitas bisnis jangka panjangnya.

Tentu, keputusan status kelembagaan ada di tangan pemegang saham. Namun publik, terutama masyarakat NTB sebagai pemilik sejati bank ini, memiliki hak untuk tahu dan ikut mengawal arah kebijakan. Sebab Bank NTB Syariah bukan sekadar perusahaan — ia adalah cermin harapan.

Suara dari Dalam Bukan Perlawanan
Suara-suara internal yang muncul bukan bentuk resistensi baru. Mereka adalah bagian dari rumah besar yang telah dibangun bersama — sejak sebelum bank ini bersyariah. Harapan agar regenerasi berjalan dari dalam bukan semata soal loyalitas, melainkan tentang keberlanjutan misi, budaya kerja, dan konteks lokal yang tidak bisa diajarkan dalam waktu singkat.
Semua ini bisa disinergikan dan diharmonisasikan – bukan dipertentangkan.

Penutup
Transformasi Bank NTB Syariah sedang berproses. Ia tidak lahir dari semangat konversi semata, tetapi dari keyakinan bahwa perbankan daerah bisa tumbuh lebih profesional, lebih mandiri, dan lebih berarti. Jika kini kita berada di simpang jalan, mari kembali pada nilai-nilai awalnya: keberanian, kebersamaan, dan keberpihakan pada masyarakat.
Ke depan, siapa pun yang memimpin, satu hal yang mesti dipegang:

Bank NTB Syariah bukan milik segelintir elite. Ia adalah milik rakyat NTB. Dan rakyat NTB pantas mendapatkan yang terbaik — dari dalam, oleh yang paham, untuk masa depan.

“Kalau bukan kita yang menjaga rumah ini, siapa lagi? Kalau bukan hari ini kita rawat, kapan lagi?”

Exit mobile version