Zulkieflimansyah: Injeksi Rp200 T Harus Dibantu MBG dan Koperasi Merah Putih

Pojok NTB – Ekonom dan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), DR. Zulkieflimansyah, menilai kebijakan Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, meski patut diapresiasi, belum cukup untuk menggerakkan ekonomi rakyat secara nyata.

“Kebijakan Menkeu baru sudah bagus, tapi belum cukup untuk membuat ekonomi kita bergerak dan jadi lebih baik,” ujar Zulkieflimansyah, Staf Pengajar Pascasarjana FEUI, Rabu (17/9).

Ia menegaskan bahwa meski data makroekonomi Indonesia di era Sri Mulyani relatif baik dan stabil, kenyataan di lapangan menunjukkan masyarakat justru merasa semakin tertekan.

Menurutnya, beban pajak yang meningkat dan sulitnya mencari pekerjaan memicu kemarahan publik. “Hidup makin susah, uang susah didapat, pekerjaan makin sulit. Kenaikan pajak memicu demonstrasi besar-besaran,” katanya.

Pencopotan Sri Mulyani dan penunjukan Purbaya, lanjutnya, memberi sinyal bahwa aspirasi masyarakat dan sektor swasta didengar Presiden Prabowo.

Purbaya segera melakukan langkah cepat dengan injeksi Rp200 triliun ke perbankan untuk menggerakkan ekonomi.

Namun Zulkieflimansyah mengingatkan, “Ini kebijakan bagus dan perlu diapresiasi. Tapi apakah ini cukup? Belum tentu! Ekonomi riil di lapangan harus ikut bergerak.”

Ia menilai injeksi ke perbankan tidak otomatis mengalir ke sektor riil karena birokrasi perbankan dan pengawasan OJK yang ketat sering membuat distribusi dana lambat.

“Banyak pimpinan perbankan masih bekerja dengan logika konservatif ala neo classical economics. Ini membuat sektor riil tak mudah bergerak,” jelasnya.

Sebagai solusi, Zulkieflimansyah mendorong pemerintah memaksimalkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan memperkuat Koperasi Merah Putih sebagai penggerak ekonomi akar rumput.

Menurutnya, program-program tersebut harus memprioritaskan produk dan pengusaha lokal.

“Mesin, peralatan dapur, dan bahan makanan harus berasal dari produk dalam negeri. Jangan sampai MBG dan Koperasi Merah Putih jadi bancakan pengusaha besar dengan produk impor,” tegasnya.

Ia juga memperingatkan aparat penegak hukum dan lembaga pengawas keuangan agar tidak serta-merta mengkriminalisasi pengadaan lokal meski harga relatif lebih mahal atau kualitasnya belum sempurna.

“Ada biaya pembelajaran (cost of learning). Jika kita tidak memberi ruang bagi produk lokal, ekonomi kita akan terus tersandera. Kami di NTB pernah berhasil dengan program JPS berbasis produk lokal saat krisis dan pandemi,” ujarnya.

Zulkieflimansyah menambahkan, BUMN juga harus berperan lebih besar, bukan hanya mengejar keuntungan finansial, tetapi juga menjadi agen inovasi dan pengembangan teknologi.

Ia menutup pernyataannya dengan penegasan: “Jangan ragu menginjeksi modal besar ke MBG dan Koperasi Merah Putih. Di situlah denyut ekonomi rakyat bisa dihidupkan. Jalan panjang selalu dimulai dari langkah pertama.”