POJOKNTB.com – Perang Praya adalah salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perjuangan rakyat Lombok, khususnya masyarakat Sasak di wilayah Lombok Tengah. Perang ini terjadi antara tahun 1891 hingga 1894, sebagai bentuk perlawanan rakyat Sasak terhadap dominasi dan penindasan yang dilakukan oleh kerajaan Bali (Karangasem) yang menguasai Lombok sejak abad ke-18.
Latar Belakang Perang
Penindasan oleh Kerajaan Karangasem
Sejak Kerajaan Karangasem dari Bali menguasai sebagian besar wilayah Lombok, termasuk Lombok Tengah, rakyat Sasak mengalami berbagai bentuk penindasan. Sistem pemerintahan bersifat feodal, di mana tanah rakyat dikuasai oleh bangsawan Bali, dan rakyat dipaksa membayar pajak tinggi serta bekerja secara paksa (kerja rodi). Kebijakan ini menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan.
Ketegangan Sosial dan Keagamaan
Sebagian besar rakyat Sasak memeluk agama Islam, sementara penguasa Bali menganut Hindu. Perbedaan ini semakin memperdalam ketegangan sosial dan kultural, terutama karena nilai-nilai dan hak-hak keagamaan masyarakat Sasak seringkali diabaikan oleh penguasa.
Awal Mula Perlawanan
Perlawanan rakyat dipimpin oleh tokoh ulama berpengaruh, Tuan Guru Haji Abdul Majid dari Praya. Ia menjadi simbol perlawanan atas ketidakadilan yang dialami rakyat Sasak. Gerakan ini segera menyebar ke berbagai daerah di Lombok Tengah seperti Kopang, Sakra, dan Suralaga, membentuk front bersama untuk melawan kekuasaan Bali.
Jalannya Perang (1891–1894)
1891: Perang dimulai di Praya sebagai pusat perlawanan. Rakyat bersenjata tradisional menghadapi pasukan kerajaan Bali yang jauh lebih terorganisir.
1892–1893: Perang meluas ke wilayah lain di Lombok Timur dan Tengah. Dukungan dari rakyat semakin besar, namun persenjataan dan logistik rakyat sangat terbatas.
1894: Dalam kondisi terdesak, kerajaan Bali di Lombok meminta bantuan militer dari Hindia Belanda untuk memadamkan pemberontakan.
Intervensi Belanda dan Akhir Perang
Belanda menggunakan situasi ini sebagai kesempatan untuk memperluas wilayah koloninya. Mereka datang dengan dalih “membantu rakyat Sasak”, namun tujuan utamanya adalah menguasai Lombok. Pada pertengahan 1894, Belanda melancarkan ekspedisi militer besar-besaran ke Lombok, menyerang pusat kekuasaan kerajaan Bali di Mataram.
Setelah serangkaian pertempuran sengit, kerajaan Bali tumbang. Namun, alih-alih membebaskan rakyat Sasak, Belanda justru mengambil alih kekuasaan di seluruh Lombok dan menjadikannya bagian dari Hindia Belanda.
Dampak Perang Praya
1. Berakhirnya kekuasaan Bali di Lombok.
2. Dimulainya penjajahan Belanda secara langsung di pulau Lombok.
3. Meningkatnya kesadaran dan identitas perlawanan di kalangan masyarakat Sasak.
4. Lahirnya sosok pahlawan lokal seperti TGH Abdul Majid yang dikenang hingga kini.
Warisan Sejarah
Perang Praya bukan hanya sekadar konflik fisik, tetapi juga merupakan simbol perjuangan rakyat Sasak untuk keadilan, martabat, dan kebebasan. Kini, perjuangan tersebut dikenang melalui berbagai nama jalan, monumen, dan pelajaran sejarah lokal di sekolah-sekolah di Lombok Tengah.
Penutup
Perang Praya menunjukkan bahwa semangat perjuangan tidak selalu dilandasi oleh kekuatan militer, tetapi oleh tekad dan keberanian rakyat yang ingin bebas dari penindasan. Meski pada akhirnya Belanda mengambil alih kekuasaan, semangat yang ditanamkan oleh para pejuang Praya tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi Lombok saat ini.