Koperasi Merah Putih, Gerakan Ekonomi Mandiri dari Desa untuk NTB

Pemprov NTB Dorong Kemandirian Desa Lewat Koperasi Merah Putih

Pojok NTB – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menggelar forum diskusi Bincang Kamisan edisi ke-10 pada Kamis, 17 Juli 2025, bertempat di Ruang Command Centre UPTD Pusat Layanan Digital. Tema yang diangkat kali ini adalah: “Koperasi Merah Putih, Sudah Siapkah NTB?” yang membahas kesiapan NTB dalam memperkuat ekonomi desa melalui gerakan koperasi berbasis masyarakat.

Narasumber utama, Ahmad Mashyuri, menjelaskan bahwa Koperasi Merah Putih (KMP) berbeda dari koperasi pada umumnya karena sepenuhnya dimiliki, dijalankan, dan dikendalikan oleh masyarakat desa itu sendiri. Tidak ada dominasi saham individu; semua anggota memiliki hak yang sama dan pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis.

“Koperasi Merah Putih adalah bentuk kedaulatan ekonomi Indonesia — dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota,” tegas Mashyuri.

Hingga Juli 2025, telah terbentuk 1.166 KMP berbadan hukum di berbagai desa di NTB. Beberapa desa seperti Kekeri, Bilelando, dan Kembang Kuning akan menjadi pilot project koperasi percontohan yang siap diluncurkan dalam waktu dekat.

Menjawab pertanyaan seputar regulasi dan peran pemerintah, Mashyuri menegaskan bahwa KMP tidak dibiayai oleh APBD, melainkan sepenuhnya bersumber dari swadaya masyarakat. Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan pendamping teknis.

“Koperasi ini bukan milik pemerintah. Skema bagi hasil ditentukan melalui musyawarah anggota. Pemerintah hanya mendampingi dan membina,” tambahnya.

Untuk memastikan transparansi dan keberlanjutan, KMP diawasi oleh satuan tugas pengawasan yang melibatkan 13 instansi, termasuk Dinas Koperasi, PMPD, Kominfo, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, hingga BPKP.

Sementara itu, Kepala Dinas PMPD Dukcapil NTB, Ir. Lalu Hamdi, M.Si, menilai kehadiran KMP sangat sejalan dengan program Desa Berdaya. Ia menyebut saat ini 38% desa di NTB sudah berstatus mandiri, 40% maju, dan sisanya berkembang.

“Kami ingin menjadikan koperasi sebagai pondasi utama pemberdayaan desa. Dengan pendekatan ketahanan pangan dan pengembangan wisata, desa bisa bangkit dan mandiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, koperasi tidak sekadar wadah simpan pinjam, tetapi harus menjadi motor pengelolaan potensi desa yang produktif. Saat ini, pemerintah telah menetapkan 106 desa miskin sebagai klaster prioritas yang akan mendapatkan intervensi penuh melalui skema koperasi komunitas.

Contoh nyata datang dari KMP Desa Kekeri. Ketua koperasi setempat, Ibrahim, menceritakan bagaimana koperasi tersebut tumbuh dari semangat gotong royong warga desa. Dengan modal awal Rp9 juta, koperasi kini memiliki tujuh unit usaha: simpan pinjam, toko sembako, apotek, klinik, pergudangan, pangkalan gas, dan logistik.

“Kami tidak menunggu bantuan. Setiap anggota menyetor iuran pokok Rp1 juta dan iuran wajib Rp10.000. Hasilnya, petani kini bisa membeli pupuk dari koperasi, dan warga mendapatkan sembako serta mebel dengan harga terjangkau,” tuturnya.

Koperasi Desa Kekeri juga aktif mendukung pemasaran produk warganya, termasuk penjualan mebel buatan lokal.

Melalui forum Bincang Kamisan ini, Pemprov NTB menegaskan komitmennya dalam menjadikan koperasi sebagai tulang punggung ekonomi desa. Koperasi Merah Putih bukan sekadar program, tetapi gerakan sosial-ekonomi dari akar rumput yang membangun kemandirian dan ketahanan ekonomi dari desa untuk NTB yang lebih sejahtera.