NTB Luncurkan Studi Dampak Kenaikan Air Laut untuk Perkuat Kebijakan Iklim

Pojok NTB — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Kementerian PPN/Bappenas RI, Pemerintah Australia melalui program SKALA, dan UNDP Indonesia resmi meluncurkan Studi Analisis Dampak Kenaikan Muka Air Laut di Provinsi NTB, Selasa (…). Inisiatif ini menjadi langkah strategis memperkuat kebijakan pembangunan daerah yang berbasis data dan adaptif terhadap perubahan iklim.

Peluncuran studi tersebut dihadiri Wakil Gubernur NTB Hj. Indah Dhamayanti Putri, M.IP, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan PPN/Bappenas Maliki, serta perwakilan Pemerintah Australia, Simon Flores. Acara ini menandai komitmen lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil dalam menghadapi ancaman nyata kenaikan permukaan air laut.

Wakil Gubernur NTB, Hj. Indah Dhamayanti Putri—akrab disapa Umi Dinda—menegaskan pentingnya hasil studi tersebut sebagai dasar penyusunan kebijakan daerah, terutama dalam mengantisipasi dampak sosial ekonomi di wilayah pesisir.

“Kita telah melihat sendiri dampaknya. Pada Juli lalu, banjir besar di Mataram bukan hanya akibat curah hujan tinggi, tetapi juga karena kenaikan muka air laut yang menghambat aliran air,” ujar Umi Dinda.

Berdasarkan hasil kajian, sebanyak 46 desa dari 106 desa dengan kemiskinan ekstrem di NTB diprediksi akan terdampak kenaikan muka air laut dalam lima tahun ke depan. Karena itu, desa-desa tersebut akan menjadi prioritas utama dalam program penanganan kemiskinan ekstrem di provinsi ini.

Wagub NTB juga menegaskan bahwa isu perubahan iklim telah menjadi bagian penting dalam penyusunan RPJMD NTB 2025–2029, sebagai tahap awal dari RPJPD NTB 2025–2045. Melalui visi NTB Kepulauan yang Makmur dan Mendunia, pemerintah berkomitmen memperkuat ketahanan pangan, mengembangkan pariwisata berkelanjutan, serta menurunkan angka kemiskinan dengan pendekatan berbasis data dan kolaborasi lintas sektor.

“Mari kita terus bersinergi membangun kebijakan pembangunan yang berbasis data, adil, transparan, dan akuntabel. NTB siap menjadi praktik baik nasional dalam penerapan analisis Sea Level Rise,” tegasnya.

Sementara itu, Simon Flores dari Pemerintah Australia menyampaikan apresiasi atas kerja sama yang telah terjalin. Ia menegaskan bahwa kemitraan ini menjadi wujud nyata dukungan Australia dalam mendorong pembangunan berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.

“Indonesia adalah mitra strategis Australia. Tidak ada hubungan yang lebih penting bagi Australia daripada kemitraan dengan Indonesia,” ujarnya.

Flores menambahkan, tantangan perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut merupakan isu bersama kedua negara. Karena itu, studi ini diharapkan mampu menghadirkan solusi inovatif melalui pemanfaatan data spasial, teknologi digital, dan analisis sosial ekonomi masyarakat pesisir.

Salah satu hasil utama dari kolaborasi ini adalah pengembangan Decision Support System (DSS) Dashboard, sebuah platform berbasis data yang dirancang untuk membantu pemerintah daerah dalam mengidentifikasi dampak perubahan iklim dan menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran.

“Studi ini bukan hanya tentang data, tetapi tentang manusia—tentang masa depan masyarakat pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim,” tambahnya.

Deputi Bappenas Maliki juga menekankan bahwa fenomena kenaikan muka air laut bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang sudah terjadi. Berdasarkan proyeksi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kenaikan permukaan air laut setinggi satu meter saja dapat berdampak pada lebih dari 1,7 juta keluarga di Indonesia.

“Yang harus kita siapkan bukan sekadar menghadapi perubahan air laut, tetapi bagaimana mengantisipasi dampaknya,” jelas Maliki.

Ia menekankan pentingnya penerapan hasil analisis ke dalam perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan kebijakan agar pembangunan benar-benar adaptif dan berkelanjutan.

Peluncuran studi ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat ketahanan daerah terhadap perubahan iklim. Kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dan Australia melalui SKALA serta UNDP Indonesia diharapkan tidak hanya menghasilkan data dan rekomendasi teknis, tetapi juga mendorong transformasi nyata dalam perencanaan pembangunan daerah yang inklusif dan tangguh.

Dengan dukungan sistem dan data yang lebih kuat, NTB diharapkan dapat menjadi contoh nasional dalam membangun masa depan yang berdaya tahan terhadap perubahan iklim.