KAMMI NTB Serukan Selamatkan Demokrasi, Jauhkan Anarki

Pojok NTB – Gelombang demonstrasi kembali mewarnai ruang publik Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Berbagai daerah dipenuhi aksi massa yang turun ke jalan, membawa beragam tuntutan terhadap pemerintah dan parlemen. Fenomena ini menjadi potret keresahan rakyat atas kebijakan yang dinilai tidak berpihak, serta mencerminkan semakin dalamnya krisis kepercayaan terhadap wajah politik negeri.

Namun di tengah semangat rakyat menyuarakan aspirasi, publik juga disuguhi kenyataan pahit. Aksi-aksi tersebut tidak sedikit yang berakhir ricuh, bahkan berubah menjadi tindakan anarki. Penjarahan oleh oknum masyarakat, perusakan fasilitas umum, hingga pembakaran gedung DPRD terjadi di beberapa daerah. Tidak terkecuali di Nusa Tenggara Barat, di mana gedung DPRD NTB turut menjadi sasaran amuk massa.

Ketua PW KAMMI NTB, Irwan, menegaskan bahwa demokrasi harus menjadi ruang sehat untuk menyampaikan kritik, bukan ajang melampiaskan kemarahan yang merusak kepentingan bersama. Sebab, demokrasi Harus dijaga, bukan Dirusak.

“Kami memahami demonstrasi adalah hak rakyat yang dijamin konstitusi. Tetapi ketika aksi berubah menjadi perusakan, maka itu bukan lagi perjuangan, melainkan pengkhianatan terhadap cita-cita demokrasi. Membakar gedung DPRD, merusak fasilitas umum, sama artinya dengan melukai kita semua. Demokrasi yang kita perjuangkan tidak boleh dihancurkan dengan cara yang tidak beradab,” tegas Irwan.

Ia menambahkan, penyelamatan demokrasi hanya bisa dilakukan dengan menjaga keseimbangan: rakyat berjuang dengan cara konstitusional, sementara negara membuka ruang kritik dengan penuh kesungguhan.

Senada dengan itu, Kabid Kebijakan Publik PW KAMMI NTB, Yudistira, menyoroti substansi dari gelombang aksi yang merebak. Menurutnya, demonstrasi besar-besaran harus dipandang sebagai sinyal kuat adanya keresahan serius yang dirasakan rakyat.

“Aksi di jalanan itu alarm, bukan ancaman. Ia menandakan ada masalah mendasar dalam tata kelola negeri. Pemerintah dan DPR jangan hanya melihat massa sebagai kerumunan yang mengganggu, tetapi sebagai rakyat yang sedang berteriak minta didengar. Jika alarm ini diabaikan, krisis kepercayaan publik hanya akan semakin dalam,” ujar Yudistira.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa demokrasi tidak akan selamat jika ruang kritik dipersempit dan suara rakyat direduksi. Sebaliknya, demokrasi hanya akan tumbuh sehat jika aspirasi rakyat dihormati dan pemerintah berani berbenah.

PW KAMMI NTB memandang, penyelamatan demokrasi bukan sekadar tanggung jawab pemerintah atau aparat negara, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Masyarakat yang turun ke jalan harus menjunjung tinggi nilai keadaban dan menolak provokasi yang berujung pada kerusakan. Sementara itu, negara wajib memastikan kebijakan lahir dari ruang terang keterbukaan, bukan dari ruang gelap elit politik yang jauh dari kepentingan rakyat.

“Kita meminta pemerintah untuk benar-benar serius mendengar masukan dari masyarakat. Hapus kebijakan yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat. Ini titik balik pemerintah mengevaluasi dan bermuhasabah diri,” tutup Irwan.

PW KAMMI NTB mengajak seluruh masyarakat untuk kembali ke jalur konstitusional dalam menyampaikan aspirasi, menolak tindakan anarki, dan bersama-sama memperjuangkan wajah demokrasi yang bersih, adil, dan berkeadaban.