Pojok NTB – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kontrak-kontrak pemanfaatan lahan di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara. Langkah ini diambil untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari aset daerah yang selama ini dinilai belum dimanfaatkan secara maksimal.
Fokus utama evaluasi adalah aset tanah seluas 65 hektare eks PT Gili Trawangan Indah (GTI), yang kontraknya telah diputus, namun hingga kini masih menyisakan banyak persoalan di lapangan.
“Pemprov NTB sejak 2022 hingga 2024 telah memberi ruang kepada masyarakat dan investor untuk memanfaatkan lahan eks PT GTI. Namun sampai 2025, proses tersebut belum berjalan sesuai harapan bersama,” ungkap Kepala UPTD Gili Trawangan, Meno dan Air (Tramena), Mawardi Khairi, Rabu (28/5/2025).
Menurutnya, terdapat dua dinamika utama yang menghambat optimalisasi pemanfaatan tanah tersebut. Di satu sisi, ada masyarakat dan pengusaha yang bersedia bekerjasama dengan pemerintah. Di sisi lain, ada pula pihak yang menuntut penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM), sehingga proses pemanfaatan berjalan tidak seragam.
Seiring terbitnya Permendagri Nomor 07 Tahun 2024 yang mengubah pedoman pengelolaan Barang Milik Daerah, Pemprov NTB kini memiliki dasar hukum baru untuk menyusun ulang pola pemanfaatan, jangka waktu kontrak, serta besaran retribusi yang berlaku.
“Evaluasi ini penting untuk menyusun ulang perjanjian pemanfaatan. Pola pemanfaatan dan jangka waktu akan jadi dasar tim penilai dalam menentukan retribusi yang lebih adil dan menguntungkan daerah,” jelas Mawardi.
Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) juga telah memberikan atensi atas masalah ini. Mereka merekomendasikan agar Pemprov NTB membentuk Tim Terpadu untuk percepatan penyelesaian aset tanah Gili Trawangan, mengingat kompleksitas persoalan yang terjadi.
Mawardi memastikan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, serta seluruh pemangku kepentingan untuk merumuskan langkah lanjutan.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan pimpinan dan stakeholder terkait agar evaluasi dilakukan secara menyeluruh, baik dari isi kontrak, struktur perjanjian, hingga besaran retribusi,” ujarnya.
Tak hanya kontrak lama, Pemprov NTB juga akan mengevaluasi kontrak “yellow paper” — dokumen pemanfaatan yang telah diberikan kepada masyarakat dan investor namun hingga kini belum menunjukkan progres pembangunan ataupun realisasi peruntukan.
Berdasarkan data UPTD Tramena, tercatat ada 724 pihak yang menempati lahan eks PT GTI, dengan 140 di antaranya telah menjalin kontrak resmi. Dari kerja sama tersebut, PAD yang berhasil dikumpulkan pada periode 2023-2025 mencapai sekitar Rp7 miliar.
Langkah evaluasi ini menjadi sinyal kuat dari Pemprov NTB bahwa aset daerah harus dikelola secara transparan, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan daerah, bukan dibiarkan mangkrak tanpa kontribusi nyata bagi pembangunan.