Pojok NTB – Penggusuran paksa yang dilakukan oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) di kawasan Pantai Tanjung Aan, Lombok Tengah, menuai gelombang protes keras dari para pedagang. Mereka merasa diabaikan dan diperlakukan tidak manusiawi oleh pihak pengelola kawasan pariwisata elit tersebut.
Salah satu suara paling lantang datang dari Kartini Lumbanraja, pemilik Warung Aloha, yang emosinya meledak saat warungnya hendak dibongkar.
“Saya mau hancurkan sendiri, saya mau bongkar sendiri… apa mau kalian, ayo bunuh kami!” teriaknya penuh amarah dan kesedihan.
Kartini bukan satu-satunya yang merasa dikhianati. Banyak pedagang kecil lainnya juga merasakan ketidakadilan yang sama. Mereka menilai ITDC bertindak sewenang-wenang tanpa pernah membuka ruang dialog.
“Kami tidak dianggap jadi warga NKRI, dan kami tidak pernah diberi ruang berbicara sama ITDC… padahal kami hanya warung-warung kecil di sekitar pantai saja,” ujarnya pilu.
Aksi penggusuran ini pun memunculkan pertanyaan besar: benarkah pengembangan pariwisata harus mengorbankan warga lokal yang selama ini ikut menghidupi kawasan tersebut?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak ITDC terkait keluhan para pedagang. Namun yang jelas, jeritan warga Pantai Tanjung kini menggema—bukan sebagai sambutan wisata, tapi sebagai peringatan bahwa pembangunan tanpa keadilan hanya akan menoreh luka.