Mendagri Minta Relaksasi Ekspor untuk AMMAN Demi Pulihkan Ekonomi NTB

Pojok NTB – Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tito Karnavian, meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk memberikan relaksasi ekspor kepada PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tengah mengalami kontraksi.

Permintaan ini disampaikan Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Senin (7/7/2025), setelah melihat data bahwa NTB mengalami kontraksi ekonomi sebesar 1,47% pada Kuartal I 2025. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu, NTB mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,75%.

“Untuk NTB minus 1,47 persen. Saya sudah datang ke sana dan berdiskusi langsung dengan Pak Gubernur Lalu Muhammad Iqbal. Masalah utamanya adalah penghentian ekspor konsentrat oleh PT AMMAN karena kebijakan pembangunan smelter yang masih butuh waktu enam bulan lagi. Ini memukul pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja,” ujar Tito.

Ia pun telah mengkomunikasikan persoalan ini dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan menyarankan agar diberikan kelonggaran sementara. “Apa bisa ada relaksasi, misalnya menjual ke smelter lain, selagi menunggu yang di KSB selesai dibangun?” kata Tito.

 

Desakan serupa juga disuarakan oleh DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Melalui surat resmi yang ditujukan kepada Komisi VII DPR RI, DPRD KSB meminta Kementerian ESDM memberikan izin relaksasi ekspor kepada AMMAN di tahun 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua DPRD KSB, Kaharuddin Umar, dan disampaikan pada Rapat Kerja dengan Menteri ESDM di DPR RI, Rabu (2/7/2025).

DPRD KSB menekankan bahwa 80 persen pendapatan daerah bergantung pada sektor tambang. Tanpa ekspor, Dana Bagi Hasil akan berkurang drastis, dan perputaran ekonomi lokal – termasuk UMKM – ikut terganggu. Bahkan, sekitar 40 persen tenaga kerja lokal berpotensi terkena PHK jika operasional tambang terus tersendat.

 

Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, juga menegaskan pihaknya akan terus mendorong pemerintah pusat agar memberikan relaksasi ekspor dalam jumlah dan waktu tertentu sebagai langkah darurat untuk mencegah pelemahan ekonomi lebih dalam.

 

Pengamat pertambangan Ferdy Hasiman menilai perlambatan ekonomi daerah seperti NTB harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Ia menyarankan agar pemerintah tidak terlalu kaku dalam menerapkan kebijakan hilirisasi, terutama jika dampaknya begitu besar terhadap ekonomi dan lapangan kerja.

“Stabilitas ekonomi NTB lebih penting saat ini daripada mempertahankan aturan hilirisasi yang belum siap secara infrastruktur. Pemerintah pusat perlu bijak dan menyesuaikan dengan kondisi di lapangan,” kata Ferdy.

 

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menunjukkan bahwa kontraksi ekonomi provinsi ini banyak dipengaruhi oleh penurunan sektor pertambangan dan penggalian yang anjlok hingga 30,14 persen setelah ekspor dihentikan. Padahal, sektor ini menyumbang lebih dari 20 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB.

Dengan dampak sebesar ini, pemerintah pusat diharapkan segera memberikan solusi konkret agar ekonomi NTB bisa kembali tumbuh stabil.